Thoriq bin Ziyad adalah penakluk Spanyol. Kisah penaklukannya bisa kita jadikan suri tauladan yang sangat bagus. Penaklukan Spanyol diawali pada Senin, 3 Mei 711 M. Saat itu Thoriq bin Ziyad membawa serta 7.000 anggota pasukan menyeberangi selat yang membelah benua Afrika dan Eropa dengan armada kapal. Setelah mendarat, Thoriq bin Ziyad mengumpulkan seluruh anggota pasukannya di sebuah bukit karang yang kini dikenal sebagai “Gibraltar” (Jabal Thoriq = bukit Thoriq ‐ Arab ). Dari bukit karang inilah Thoriq bin Ziyad memerintahkan pasukannya membakar seluruh armada kapal yang baru saja mereka gunakan menyeberangi selat Afrika – Eropa.
Sang Panglima gagah berani ini pun memberi pengarahan kepada seluruh anggota pasukannya, “Wahai seluruh pasukan, kemana lagi kalian akan lari? Di belakang kalian laut, dan di depan kalian adalah musuh. Demi Allah, satu‐satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Musuh dengan jumlah besar dan persenjataan lengkap telah siap menyongsong kalian. Sementara senjata kalian adalah pedang.”
Ya, Thoriq bin Ziyad melakukan perbuatan yang tidak umum. Membakar kapal. Cara itu dipilih Thoriq bin Ziyad dengan maksud agar pasukannya tidak lari dari medan pertempuran. Pasukan yang hanya berjumlah tujuh ribu itu ternyata mampu mengalahkan seratus ribu pasukan Raja Roderic, raja terakhir Hispania (sekarang Iberia) yang berasal dari bangsa Visigoth, yang terkenal zalim dan sombong.
Inspirasi :
Membakar kapal seperti yang dilakukan Thoriq bin Ziyad mengandung banyak makna :
Pertama, bila ingin memenangkan persaingan dalam kehidupan jangan pernah punya rencana untuk “lari dari gelanggang”. Seberat apapun problema, persaingan, dan tantangan, semua itu harus kita hadapi. Ingatlah pepatah yang mengatakan “pelaut ulung takkan lahir di laut yang tenang”. Orang‐orang yang hebat takkan lahir dari sebuah situasi tanpa tantangan dan cobaan.
Kedua, jangan silau dengan kesuksesan masa lalu. Armada kapal yang ditumpangi Thoriq bin Ziyad beserta pasukannya telah mampu mengantarkanmereka sampai di daratan Spanyol. Misi itu adalah misi yang luar biasa. Sebab ketika itu alat transportasi belumlah secanggih sekarang.
Ketika “dunia” yang dihadapi kemudian berubah menjadi daratan, Thoriq bin Ziyad tak terlena mengagumi kapal‐kapal laut yang telah menyeberangkan mereka.
Ketiga, singkirkan "comfort zone". Bila kapal tetap ada, mental bertempur pasukan tentu akan lemah. Boleh jadi sebagian pasukan akan berpikir “Ah bila kita terdesak, kita bisa kembali ke negeri kita dengan kapal ini. Tenang saja.” Dunia berubah sangat cepat. Tantangan yang kita hadapi juga makin kompleks. Bila kita tidak ingin dilindas zaman, segeralah “Bakar ‘Kapal’ Anda”. Lalu bertempurlah dan bersainglah secara ksatria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar